Pejuang Wanita dari Kamasan Banjaran "Inggit Garnasih"
(Di Balik Kebesaran Soekarno)
Pengetahuan kita tentang Inggit Garnasih, sebelum jadi istri Bung Karno, terlalu sedikit. Kita hanya memperoleh informasi bahwa Inggit Garnasih dilahirkan pada tanggal 17 Februari 1888 di Desa Kamasan, Banjaran, Kabupaten Bandung. Ia lahir dari keluarga petani sederhana. Ayahnya bernama Arjipan. Ibunya bernama Amsi. Inggit memiliki dua saudara, Natadisastra dan Murtasih. Pendidikannya hanya diperoleh di Madrasah Ibtidaiyyah (setingkat sekolah dasar). Sewaktu kecil, ia sering dibawa ibunya ke pasar. Tampaknya, pengalamannya ini memengaruhi jiwa Inggit Garnasih yang memiliki semangat entrepreneurship di masa kemudian.
Inggit Garnasih berparas cantik. Itulah sebabnya ia banyak disukai kawan-kawannya. Nama anak itu sebenarnya Garnasih. Nama diminutif untuk Hegar dan Asih. Hegar berarti segar dan Asih berarti cinta. Karena kecantikannya inilah, ia bagaikan sekuntum bunga mekar yang senantiasa dirubungi kumbang jantan yang berhasrat menghisap sari madunya. Untuk menunjukkan perhatiannya kepada si gadis cantik itu, banyak laki-laki yang mahugi (memberi hadiah dengan harapan mendapat balasan cinta) berupa uang, bahkan banyak yang mahugi hingga satu ringgit (2,5 rupiah) . Dari kejadian-kejadian itulah Garnasih dijuluki Si Ringgit. Nama julukan inilah, yang selanjutnya menjadi Inggit, yang kemudian menempel di depan nama Garnasih. Jadilah Inggit Garnasih.
"Garnasih" sebagai sebuah nama bagi anak desa di abad ke-19 bukanlah nama yang lazim, bukan nama umum bagi orang kebanyakan (commoners). Bisa jadi, ini nama satu-satunya bagi anak manusia untuk masa itu. Nama ini bukan hanya indah, tapi juga berkualitas. Sebuah nama yang mendahului zamannya. Lantas, siapakah Arjipan, sang ayah yang memberi nama itu? Betulkah ia hanya seorang petani sederhana? Bila Arjipan, orang biasa-biasa saja, hanya seorang petani sederhana, dari mana ia menemukan sebuah nama untuk bayi perempuannya, nama yang indah, nama yang sarat daya muat nilai filosofis, nama Garnasih? Kalau begitu, Arjipan bukanlah petani sembarangan.
Ternyata, memang demikian. Arjipan bukanlah petani kebanyakan. Tito Asmara Hadi (2000: 19-20) menjelaskan bahwa Arjipan adalah orang yang disegani. Dia seorang ahli silat, orang yang memiliki ilmu aji. Setiap orang jahat yang berhadapan dengannya akan lemah dan lumpuh. Arjipan memberi nama bayi perempuannya Garnasih dengan harapan supaya anak itu memiliki sifat kasih sayang yang menyegarkan dan menghidupkan. Dan, harapan ini kemudian jadi kenyataan.
Disebutkan bahwa Inggit Garnasih hanya berpendidikan formal paling rendah, Madrasah Ibtidaiyyah. Namun, pada periode akhir abad ke-19, bagi seorang perempuan pribumi yang hidup di tengah diskriminasi kolonial, pendidikan setingkat itu cukup memadai. Memang, bila dibandingkan dengan Bung Karno yang sarjana itu, pendidikan Inggit Garnasih ini sangat bontot. Sehingga, kecerdasan intelektual di antara dua insan ini tidak bisa dibandingkan.
Namun, ada sisi kecerdasan Inggit Garnasih yang tidak mendapat perhatian, yaitu kecerdasan emosional (dan kecerdasan spiritual). Disebutkan bahwa kecerdasan emosional ini jauh lebih penting daripada kecerdasan intelektual.
Yang jadi pertanyaan penting adalah dari mana Inggit Garnasih mendapatkan kecerdasan emosionalnya (Emotional Quotient) ini, sehingga ia berhasil "membesarkan" Bung Karno? Bisa mengantarkan Sukarno menjadi seorang insinyur Teknik Sipil? Bisa menstabilkan mental Bung Karno sehingga tetap survive ketika Si Kasep Kusno-nya kesepian, terasingkan dari kehidupan, dan menderita ketika hidup bertahun-tahun di balik terali besi dan sebagai interniran? Bisa memainkan tiga peran dalam waktu yang bersamaan (sebagai seorang ibu, istri, dan teman)? Bisa bertindak seperti "matahari", yang hanya memberi tak harap kembali? Inggit Garnasih si wanita "malang" yang habis manis sepah dibuang, tapi masih mendoakan bekas suaminya supaya selamat dunia dan akhirat? Ini semua adalah ekspresi dari kecerdasan emosional yang luar biasa. Dari manakah kecerdasan emosional Inggit Garnasih ini diperoleh? Padahal waktu itu belum ada Ary Ginanjar Agustian dengan kursus ESQ-nya!
Bila jawabannya "Inggrit Garnasih memeroleh kecerdasan emosional karena tempaan pengalaman dari dua kali gagal dalam perkawinanya", itu bukan jawaban yang cukup memuaskan. Harus ada jawaban yang lainnya. Mungkin karena pengaruh lingkungan hidupnya. Mungkin berkat "tirakat-tirakat"-nya seperti saum, dzikir, ngaji (baca al-Quran), sholat. Mungkin juga warisan genetika orang tuanya yang juga ahli tirakat.
Hinter der Kulissen
Untuk mengetahui apa perjuangan Inggit Garnasih bagi negeri ini adalah cukup dengan mengetahui apa perjuangan yang telah diberikan Bung Karno bagi negeri ini. Karena, dari setiap kiprah Bung Karno selalu ada kontribusi Inggit di dalamnya. Memang, kita akan gagal bila mencari peran Inggit Garnasih dengan pertanyaan: kapan Inggit berdiri di atas podium menyampaikan pidato yang membangkitkan semangat nasionalsme rakyat, kapan Inggit memimpin rapat-rapat partai, mana tulisan-tulisan Inggit di media massa yang menyebarkan ide-ide dan gagasan-gagasan politiknya, pernahkah Inggit Garnasih dipenjara sebagai konsekuensi perjuangannya?
Ada pepatah, yang dikutip Reni Nuryanti (2007: 510), bahwa "di balik setiap pahlawan besar selalu ada seorang perempuan agung". Kenyaataan pun menunjukkan bahwa dalam tingkatan tertentu laki-laki memandang perempuan yang lebih tua sebagai sumber inspirasi, ketenangan, kekuatan dan limpahan kasih sayang. Beberapa fakta pun menunjukkan bahwa orang-orang besar yang duduk dalam panggung sejarah dan mengusung ide perubahan dunia, mempunyai istri yang usianya jauh lebih tua, dengan pendidikan formal yang tidak tergolong tinggi (Nuryanti, 2007: 50). S.I. Poeradisastra (dalam Ramadhan K.H., 1981: viii) menunjukkan sejumlah contoh tentang kenyataan itu; istri Jean Jacques Rousseau, Marie Therese le Vassur (1721-1801); istri John Wolfgang von Goethe, Christiane Vulvius (1765-1816); istri Heinrich Heine, Crecence Eugenie Mirat (wafat 1883) sama sekali tidak terpelajar. Apa yang terjadi pada Inggit Garnasih, seakan memperpanjang fakta itu.
Ketika Inggit Garnasih dinikahi Bung Karno, terjadilah "abnormalisme" kehidupan. Inggit mengatakan bahwa,
"aku sadar perkawinan ini membawa kewajiban-kewajibanku yang baru dalam keadaan yang baru pula. Tetapi bukankah segala itu telah dipersiapkan sebelumnya? Aku sudah tahu bahwa aku belasan tahun lebih tua daripada Kusno. Aku sudah tahu, bahwa pendidikanku jauh lebih rendah daripada pendidikannya. Aku sudah tahun bahwa Kusno mahasiswa. Aku merasa berkewajiban mengemongnya supaya ia cepat berkesampaian mendapatkan gelarnya" (Ramadhan K.H. 1981: 43)
Dalam kesempatan lain Inggit Garnasih pun mengatakan bahwa "... yang kudampingi sekarang adalah seorang mahasiswa yang tidak berpenghasilan, yang malahan meski aku bantu dengan mengisi sakunya kalau ia akan bepergian, kalau ia akan keluar dari rumah" (Ramadhan K.H. 1981: 46).
Terhadap hal ini Bung Karno pun mengakuinya, bahwa ia berhutang budi yang sangat besar, hutang budi yang tak terlunaskan seumur hidupnya kepada Ibu Inggit. Tidak kurang dari tiga kali Bung Karno mengakui hal ini di depan umum. Pertama, tanggal 31 Desember 1931, dalam suatu resepsi menyambut kebebasannya dari penjara Sukamiskin. Kedua, pada tanggal 2 Januari 1932, pada Rapat Kongres Indonesia Raya di Surabaya. Ketiga, di dalam otobiografinya. Bung Karno mengakui bahwa Ibu Inggit Garnasih sebagai tulang punggungnya dan tangan kanannya selama separuh dari umurnya. "Selama ini kau djadi tulang punggungku dan menjadi tangan kananku selama separo umurku", demikian pengakuan Bung Karno kepada Cindy Adams (Adams, 1966: 93). Ucapan hutang budi itu bukan hanya sekedar kembang lambe atau basa-basi, memang demikian sesungguhnya. Yang mengemudikan rumah tangga adalah Inggit Garnasih, dan ini bukanlah pekerjaan mudah kalau diingat waktu itu Bung Karno tidak punya waktu untuk mencari nafkah (Hadi, 2000: 23).
Bila Bung Karno bisa menamatkan studinya di THS, sehingga memeroleh gelar insinyur Teknik Sipil, di sana terdapat jasa Inggit Garnasih yang bukan hanya men-support secara moral dan spirit, tapi juga materialnya. Gelar keinsinyuran Bung Karno, cukup efektif memosisikan dirinya dalam status sosial yang tinggi, dan itu menjadi salah satu modal perjuangannya. Inggit Garnasih merasa bahwa keberhasilan studi suaminya ini adalah keberhasilannya juga, sehingga ia mangatakan,
Aku merasa aku bukan perempuan sembarangan. Aku telah membuktikannya. Aku selamat mendampinginya sampai di tempat yang dituju. Tujuan yang pertama tercapai sudah. Dia lulus dengan membuat sebuah rencana pelabuhan, dan meraih gelar insinyur sipil. Sungguh aku bersujud di depan-Nya. Bersyukur doa-doaku rupanya didengar-Nya dan sembahyang-sembahyangku diterima-Nya (Ramadhan K.H., 1981: 50).
Bila Bung Karno berhasil mendirikan partai politik, Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927, di sana pun terdapat jasa Inggit Garnasih. Sejak Inggit menjadi istri Bung Karno, rumah tempat tinggalnya - di Jalan Ciateul, di Gang Jaksa, di jalan Pungkur No. 6, di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), dan tahun 1926 kembali lagi ke Jalan Ciateul - direlakan untuk jadi tempat berkumpulnya para mahasiswa dan pemuda. Di sanalah mereka berdiskusi, mengagas masa depan bangsanya. Rumah itu laiknya kawah candradimuka, tempat menggodog gagasan-gagasan cemerlang mengenai masa depan Indonesia. Inggit Garnasih dengan suka rela, bukan hanya menyediakan ruang spasial, tapi merogoh sakunya menyediakan makanan dan minuman supaya para pejuang muda ini tetap enerjik berjuang untuk negerinya. Tidak jarang terjadi ketika diskusi semakin memanas, penuh emosi, dan nyaris tidak terkendali Inggit Garnasih berperan menengahinya, meski hanya dengan "berdehem", atau menginterupsinya meski hanya dengan menyodorkan kopi dan lalawuh-nya, sehingga terjadi cooling down di antara perserta diskusi. Di tempat tinggalnyalah gagasan pendirian PNI digodog.
Kalau pun PNI menjadi besar, berhasil menarik simpati masyarakat Priangan, dan semakin banyak jumlah anggotanya, di sana pun terdapat jasa Inggit Garnasih. Mengenai pesatnya perkembangan PNI digambarbarkan oleh Berhard Dahm (1988: 135),
...mulai bulan Desember 1929 jumlah anggota bertambah dengan pesat, justru pada saat-saat tekanan tekanan terhadap PNI semakin kuat, dan ketia dia benar-benar dianggap sebua organisasi gelap. Di Priangan tercatat sejumlah anggota sebanyak 2.740 orang dari tanggal 4 Juli 1927 sampai 16 September 1929 sampai 28 Desember 1929 jumlah itu meningkat menjadi 5.746. Ini berarti bahwa secara pukul rata tercatat seribu orang anggota baru setiap bulannya.
Untuk membesarkan PNI Bung Karno ke luar masuk pedesaan-pedesaan Priangan. Ia mengadakan rapat "raksasa", berpidato di depan publik orang-orang Sunda. Dalam kegiatan itu Inggit Garnasih selalu mendampinginya, bahkan sering berperan sebagai seorang "interpreter" isi pidato Bung Karno, atau menerjemahkan pertanyaan atau komentar dari rakyat kepada Bung Karno.
Di tengah kelelahan sehabis keliling turnya berpidato menyampaikan gagasan dan pendidikan politik kepada rakyat, Inggit Garnasih tampil dalam peran perjuangan yang lain.
Waktu sampai di rumah aku harus menyediakan minuman asam untuk mengembalikan suara Kusno yang sudah parau itu. Aku seduh air jeruk atau asam kawak, aku sendiri yang harus menyediakannya dan aku sendiri yang harus menidurkan kesayanganku yang sudah besar ini, singa panggung ini. Tak ubahnya ia dengan anak kecil yang biasa dimanja (Ramadhan K.H., 1981: 104).
Sebagai konsekuensi dari perjuangannya, menjadikan Bung Karno harus ke luar masuk penjara (Banceuy dan Sukamiskin), yang membuat perasaannya remuk-redam. Giebels (2001: 105) menuturkan,
Suatu pengalaman yang menghancurkan. Saya seorang syibarita, maksudnya seorang yang suka memanjakan indera. Saya suka pakaian bagus-bagus, makanan yang enak dan seks, dan saya tidak tahan menghadapi pengucilan, kekerasan, kekumuhan dan beribu-ribu penghinaan kecil-kecil yang menjadi bagian dari kehidupan yang paling rendah dalam penjara.
Kalau pun Bung Karno akhirnya tetap tegar dan semangat, tiada lain adalah karena jasa istrinya, Inggit Garnasih, bahkan juga "anaknya", Omi, Ratna Juami. Bukan hanya karena sang istri tetap setia dengan cintanya, tapi lebih dari itu. Bukan hanya Enggit rajin membesuk dengan membawa makanan kesukaan Si Kasep Kusno-nya, sayur lodeh atau goreng peuyeum, tapi juga kebutuhan otak Bung Karno pun diperhatikannya.
Perjuangan Inggit untuk meringankan beban psikologis Sukarno diwujudkan dengan berbagai strategi lunak. Inggit membantu Sukarno dengan membawa uang yang diselipkan dalam makanan. Dengan uang itu, Sukarno dapat mengambil hak-hak istimewa sebagai seorang tahanan: dapat membujuk penjaga untuk membelikannya koran, membolehkannya membaca buku-buku di perpustakaan. Untuk bisa menyelundupkan buku-buku dari Mr. Sartono ke penjara, Inggit harus berpuasa selama tiga hari agar buku yang ditaruh di perutnya di balik kain kebayanya itu tidak tampak sehingga akan menimbulkan kecurigaan para penjaga (Nuryanti, 2007: 157; Hadi, 2000: 29).
Di balik terali besi, Bung Karno merendah di hadapan istri setianya Inggit Garnasih,
Dengan muka redup, suamiku mendekat, lalu berkata perlahan-lahan: 'Inggit, maafkanlah aku'. 'Maafkanlah Inggit. Aku telah melalaikan tugasku sebagai kepala rumah tangga. Aku telah melalaikan Inggit, melalaikan tugasku sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung jawab. Aku telah menyusahkanmu (Ramadhan K.H. 1981: 169).
Tidak mungkin Bung Karno, Sang Singa Podium itu, sanggup berpidato berkoar-koar mengagitasi semangat rakyat; tidak mungkin sang organisator ulung itu bisa dengan semangat memimpin rapat-rapat partai; tidak mungkin sang intelektual itu bisa menulis artikel-artikel perjuangan; bila ia perutnya lapar, bila hatinya tidak tenteram, bila suasana rumah tidak nyaman. Di situlah Inggit Garnasih berperan. Di balik layar panggung (hinter der Kulissen) teatrikal tempat Bung Karno mentas, di sana ada sesosok perempuan tegar, sabar, lembut, penyemangat, dan ... dia adalah Inggit Garnasih.
Dari mana Inggit Garnasih mendapatkan uang untuk menghidupi keluarganya dan membiayai perjuangan? Inggit Garnarsih adalah sosok istri binangkit. Untuk mengumpulkan uang, Inggit harus bekerja dengan cara menjahit baju, membuat kutang, bedak, jamu, rokok, menjadi agen sabun dan cangkul (Ramadhan K.H. 1981: 158). Bahkan, menggadaikan perhiasan-perhiasannya.
Konsekuensi dari perjuangannya, pada tanggal 1 Agustus 1933, kembali Bung Karno ditangkap dengan tuduhan melakukan tindakan subversif. Padahal ia baru dua tahun menghirup udara bebas setelah dilepas dari penjara Sukamiskin (1929-1931). Kali ini Pemerintah Kolonial mengambil tindakan yang lebih tegas dengan menginternirnya ke Ende, Flores.
Lagi-lagi, yang membuat Bung Karno tegar menerima keputusan ini adalah dukungan sang Istri dan keluarganya. Ramadha K.H. (1981: 302) dengan sangat imajinatif, menggambarkan suasana waktu Bung Karno menanya istrinya,
Kumaha Enggit, Enung, bade ngiring (bagaimana Enggit, sayang, mau ikut?). Akan ikut ke pembuangan atau akan tinggal di Bandung saja? Yang dibuang itu tidak tahu kapan ia akan bisa kembali. Entah untuk lama, entah untuk sebentar. Entah untuk selamanya. Tak berkepastian. Terserah kepadamu, Enggit ...
Apa jawaban Inggit Garnasih," Euh kasep (Ah, sayang), jangankan ke pembuangan, sekali pun ke dasar lautan aku pasti ikut. Kus jangan was-was mengenai itu, jangan ragu akan kesetiaanku.
Kenyataannya, bukan hanya istrinya, tapi juga anaknya, Omi, ikut. Bukan hanya Omi, tapi ibu mertuanya, Ibu Amsi yang sudah tua dan sakit-sakitan, juga ikut. Malahan, turut ikut juga Mahasan dan Karmini, pembantunya. Semua ini membesarkan hati Bung Karno menghadapi keputusan hukuman buang. Untuk bekal ke tempat pengasingan, Inggit menjual segala miliknya yang masih ada. Bahkan, rumah keluarga dari pihak ibunya di Jalan Javaneen dijualnya juga (Ramadhan K.H, 1981: 306). "Neraka katut" sebagai ekspresi maksimal kesetiaan seorang istri sungguh melekat pada diri Inggit Garnasih.
Selama di pembuangan, peran Inggit Garnasih sebagai penyokong ekonomi keluarga tidak berhenti. Profesi lama, sebagai penjahit baju, kutang, pembuat jamu dan lulur masih digelutinya juga, meski jauh lebih sulit karena harus mendatangkan bahan dari Bandung. Yang lebih merepotkan Inggit adalah ketika Bung Karno masih tetap ingit tampil perlente dengan baju yang bagus dan mahal, juga belanja buku-buku untuk kepentingan Bung Karno.
Dengan sangat ilustratif Ramadhan K.H. (1981: 334-335) menuturkan,
"Inggit, aku memerlukan sebuah buku. Buku The Spirit of Islam karangan Ameer Ali".
"Ya, lalu?" tanyaku.
"Ya, bagaimana membayarnya?" sambungnya. "Enggit bisa, bisa membayarnya?" tanyanya.
"Mengapa tidak?" kataku. Sesungguhnya waktu itu aku belum punya pikiran dari mana mendatangkan uangnya itu.
Penutup
Selama 20 tahun usia pernikahan (1923-1943) Inggit Garnasih dengan Bung Karno identik dengan penderitaan, perjuangan, air mata, penjara, dan pembuangan. Padahal di periode inilah Bung Karno dibentuk, dimatangkan, berbekal diri dengan mental, spiritual dan intelektual; yang kesemua itu menjadi modal bagi prestasi-prestasi Bung Karno kemudian.
Selama usia pernikahan yang 20 tahun itu, sebagai seorang istri, Inggit Garnasih bahkan bukan hanya sebagai ibu, istri, dan teman, tapi juga tulang punggung dan tangan kanan ekonomi keluarga. Bila B.M Diah, sebagai pengagum Bung Karno, menyatakan bahwa "manusia sejenis Bung Karno itu lahir ke dunia ini sekali dalam seabad atau dua abad". Pujian serupa layak juga diberikan kepada Inggit Garnasih.
Perjalanan hidup yang amat tragis harus dialami Inggit Garnasih. Seluruh pengorbanannya selama 20 tahun, berujung dengan perceraian. Hanya dua tahun menjelang kemerdekaan, momen yang menjadi target segala yang dikorbankannya, Inggit Garnasih dikembalikan oleh Bung Karno kepada keluarganya di Bandung dengan secarik kertas talak disertai perjanjian untuk memberikan jaminan hidup dan tunjangan, sebuah janji yang tak pernah kunjung ditunaikannya.
Untuk mengakhiri tulisan ini, dan untuk lebih menyadari betapa besarnya jasa Inggit Garnasih, saya kutipkan lagi pernyataan "If theory" dari S.I Poeradisastra,
Inggitlah yang membesarkan hatinya, memberi dorongan, semangat dan harapan kepada Kusnonya sayang. Ialah yang menempa seorang pemimpin dari seorang romantikus pemimpi. Tanpa ditopang Inggit Garnasih, Soekarno akan hilang bagi pergerakan nasional ketika ia dibuang ke Endes. Ia akan hancur secara jasmani atau menyerah kalah di dalam waktu singkat (Ramadhan K.H., 1981: ix).
Semoga men jadisebuah keteladan bagi perjuangan wanita-wanita yang lahir di tanah Banjaran
Daftar Sumber
Adams, Cindy. 1966. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (terjemahan). Jakarta: Gunung Agung.
Dahm, Bernhard. 1988.Sejarah Indonesia Abad Kedua Puluh. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia.
Giebels, Lambert. 2001.Sukarno Biografi 1901 - 1950 (terjemahan). Jakarta: Grasindo.
Hadi, Tito Asmara. 2000. Fajar Yang Luka. Bandung: t.p.
Im, Yang Tjoe. 2008.Soekarno sebagai Manoesia. Jakarta: Gramedia.
Martin, Lily. 1992. Kisah Cinta Inggit dan Bung Karno. Jakarta: Pijar Fandra Gemilang.
Nuryanti, Reni. 2007.Perempuan dalam Hidup Sukarno. Yogyakarta; Ombak.
Ramadhan K.H. 1981.Kuantar ke Gerbang; Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno. Jakarta: Sinar Harapan.
Soe, Tjen Marching. 2004."Sexual Transgression in the Autobiographies of Two Indonesian Women", Intersections: Gender, History and Culture in the Asian Context, Issue 10, August 2004 dalam http://intersections.anu.edu.au/ issue10/marching.html; diakkses tangal 17 Desember 2008.
Soetrisno, Mayon. 1986.Cermin Kaca Soekarno. Jakarta: Duta Buku.
Sunarto, Edi. 2008. "Inggit Garnasih dan Batu Pipisan", Tribun Jabar, Sabtu, 20 Desember, No. 3156, Tahun IX, hal. 5.
Dikutip dari : Tulisan Bpk Mumuh M.Z, Dosen Sejarah Fasa Unpad.
Soekarno adalah seorang keturunan Yahudi ? Benarkah ???
ImageBung Karno, sebuah nama legendaris di Indonesia. Kebesaran namanya telah melampaui jasa-jasanya. Di mata pengagumnya, Bung Karno, presiden RI pertama, hampir-hampir tidak memiliki sisi negatif. Bahkan sebagian besar rakyat muslim pernah mengangkatnya sebagai Ulil Amri Ad-Dharury bis Syaukah.
Seorang sejarawan Arab, bernama Dr. Abdullah Tal, mencoba meneropong sisi kehidupan Soekarno dari presfektif yang sama sekali berbeda dengan yang kita kenal selama ini.
Selengkapnya, ikutilah tulisan beliau di bawah ini yang kami terjemahkan dari kitab Al-'Afal Yahudiyah fi Ma'aqilil Islami (Operasi Ular Berbisa di negara-negara Islam). Kitab ini menyoroti sepak terjang pemimpin- pemimpin negara yang menjadi agen-agen Zionis dan beroperasi di negara-negara Islam.
INDONESIA merupakan negara dengan penduduk terbesar kelima setelah Cina, India, Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 3000 pulau lebih, yang terbesar adalah Irian, Kalimantan, Sumatera, dan Jawa. Luas wilayahnya mencapai 735.865 mil persegi8) dan termasuk negeri terkaya di dunia. Dalam pembahasan ini kami hendak mengetengahkan bahaya yang dihadapi negeri besar ini, karena sepak terjang Zionisme Internasional dan Komunis yang mencengkeram negeri tersebut.
Sembilan puluh persen dari penduduknya beragama Islam. Islam tidak pernah menghadapi suatu tempat yang begitu dipenuhi oleh pemikiran dan keyakinan yang berlawanan dengan Islam seperti yang terjadi di Indonesia. Yaitu perintang dari agama Hindhu dan Budha , pada masa-masa takhayul dan khurafat dahulu. Islam menghadapi keadaan ini dengan penuh semangat ketenangan dan maju dengan langkah damai, jauh dari senjata, tentara, dan armada tempur; tetapi hanya dengan mengandalkan kekuatan yang terkandung dalam ajaran Islam yang bersifat toleran, sederhana, dan utuh. Ketika benteng-benteng perintang yang begitu kokoh mengalami serbuan dakwah, tiba-tiba hati dan pikiran penduduknya terbuka untuk menerima kebenaran. Dengan begitu Islam tersiar, berkembang dan mendapatkan ribuan pemeluk tanpa kekerasan dan paksaan. Tiba-tiba mayoritas dari penduduk kepulauan ini beriman kepada Allah dan Muhammad rasulullah saw. dengan suatu cara yang hampir-hampir merupakan muk-jizat. Para pedagang Muslim yang datang menye-barkan Islam ke negeri ini melakukannya tidak sebagaimana badan-badan kristenisasi yang dilengkapi dengan ilmu, kemampuan, dan dana organisasi yang teratur, tetapi mereka mela-kukannya secara individual yang ditopang oleh keimanan yang mendalam, dan semangat yang tinggi di dalam diri mereka, sehingga berhasillah mereka mewujudkan keajaiban tersebut, sehingga Allah memberikan balasan yang baik kepada mereka. Dengan demikian menjadi jelaslah secara ilmiah, bahwa Islam tidak disebarkan melalui pedang.
Penyebaran Islam di kepulauan Indonesia (dahulu disebut kepulauan Melayu) telah tuntas sebelum datangnya penjajah Belanda yang meram-pas negeri ini sejak abad ke-16.9) Kolonial Belanda baru keluar dari negeri ini setelah serbuan Jerman dan Jepang pada tahun 1942, dan angkatan perang Jepang berhasil menduduki seluruh kepulauan Melayu, kemudian hengkang dari negeri ini pada tahun 1945 setelah Amerika menjatuhkan bom atomnya di Hiroshima, sehingga mempercepat kemenangan Amerika dalam Perang Dunia ke II ini.
Setengah abad pertama dari masa penjajahan Belanda selama 3,5 abad di Indonesia, Belanda mendapatkan perlawanan sengit dari puluhan juta rakyat Muslim Indonesia yang miskin atas kekejaman kolonialisme yang keji. Dalam masa perla-wanan baik yang dilakukan di bawah tanah maupun terang-terangan, muncullah tokoh-tokoh pejuang Indonesia seperti Mohammad Hatta, Mohammad Natsir, Mohammad Roem, Soekarno, Ahmad Soebardjo, Sjahrir, dan Kasman Singodimedjo.
Sewaktu penjajahan Jepang, para tokoh di atas dan lain-lainnya melakukan perlawanan secara rahasia terhadap Jepang, tetapi Soekarno adalah salah satu tokoh yang mengajak bekerja sama dengan angkatan perang penjajah Jepang, karena itu dia dianggap sebagai tokoh yang moderat 10).
Penjajah Belanda dan Jepang memaksa Soekarno untuk menjadi juru bicaranya, dengan imbalan, Soekarno diangkat sebagai tokoh utama lantaran kemampuannya yang luar biasa dalam mem-pengaruhi pikiran publik. Ia dicintai oleh rakyat, dan di depan namanya mereka tambahkan kata Ahmad, sehingga nama lengkapnya menjadi Ahmad Soekarno. Hubungan Soekarno dengan Islam sama persis sebagaimana Kemal Attaturk di Turki dengan Islam, yang secara lahiriah menam-pakkan perhatiannya kepada Islam, tetapi di balik itu, ia melakukan tipu daya terhadap rakyat dan ulama guna memantapkan kekuasaan seperti yang diperbuat oleh Kemal Attaturk. Begitulah yang dilakukan oleh Soekarno sejak ia memegang kekuasaan di Indonesia sebagai presiden pada 23 Agustus 1945.11) Soekarno dengan terang-terangan tidak mengacuhkan Islam dan menyatakan perang terhadap partai-partai Islam dan menggalakkan kemajuan partai Komunis serta badan-badan penyebaran Kristen dengan biaya negara. Ringkas-nya tindakan-tindakan Soekarno yang busuk itu, telah menjerumuskan Indonesia ke dalam suasana kacau dan kemelut yang terjadi dewasa ini, yaitu :
* Sejak ia memegang kekuasaan telah meng-umumkan strategi tipu dayanya yang pertama dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar dan filsafat negara bangsa Indonesia. Pancasila ini terdiri dari ke-Tuhan-an yang Maha Esa, Kema-nusiaan, Kebangsaan, Kedaulatan Rakyat, dan Keadilan Sosial. Kata-kata Pancasila ini selalu diucapkan berulang-ulang oleh orang Indonesia yang secara sepintas terlihat baik dan membawa "rahmat" tetapi pada hakikatnya adalah racun yang ditebarkan oleh Soekarno untuk tujuan menggalang kerja sama antara rakyat Indonesia yang 90% Muslim dengan golongan-golongan lain, terutama sekali dengan golongan Komunis dalam kedudukan yang sama.
Alasannya adalah, untuk menyatukan barisan nasional dalam menghadapi kekuatan kolonial.
* Soekarno memecah belah kekuatan revolusioner yang sebenarnya, terutama sekali partai Masyumi dan Syarikat Islam yang merupakan kekuatan penentang penjajah Belanda dan Jepang. Bahkan para tokoh utama dari pejuang-pejuang tersebut dipenjarakan oleh Soekarno seperti Mohammad Natsir, mantan Perdana Menteri setelah Prok-lamasi, Dr. Sjahrir, Ahmad Soebardjo, mantan Menteri Luar Negeri, Burhanuddin Harahap, mantan Perdana Menteri tahun 1955, Mohammad Roem, mantan ketua delegasi perundingan Konferensi Meja Bundar tahun 1949 dan Menteri Pendidikan, karena Kementerian ini melarang penerbitan buku dan selebaran-selebaran anti Komunis yang begitu gencar di negeri ini. Beberapa tahun setelah Soekarno memegang kekuasaan, teman-temannya yang dahulu berjuang bersamanya, dijebloskan ke dalam penjara atau dikenai tahanan rumah atau tahanan rumah sakit, karena mereka menghalangi langkah Soekarno untuk menghancurkan Islam dan menyerahkan Indonesia ke tangan Komunis serta golongan Kristen.
* Soekarno menggalakkan para misionaris untuk menyebarkan Kristen dalam bentuk yang belum pernah terjadi sebelumnya, sekalipun pada masa penjajahan Belanda yang berlangsung 300 tahun lebih. Pemerintah Soekarno turut mendanai badan-badan misionaris Kristen bahkan ia mengijinkan Kristenisasi di kalangan militer Indonesia atas biaya negara. Ada sebanyak 260 tokoh-tokoh Pendeta Kristen Protestan yang bekerja di lingkungan militer dengan gaji negara.12) Pada masa Soekarno dan dalam sejarah Islam pertama di Indonesia terjadi ribuan orang Islam pindah ke agama Kristen dengan sepenge-tahuan pemerintah Soekarno. Akibat dari politik ini, maka dengan cepat jumlah orang Kristen mencapai lebih dari 5 Juta orang yang berarti berlipat ganda sekian kali jumlahnya dibandingkan masa penjajahan Belanda.
* Soekarno menggalakkan Komunis dan menge-labui rakyat Indonesia dengan doktrin Nasakom-nya guna menggalang kerja sama antara kaum Muslimin dan golongan Komunis untuk mela-wan penjajah. Rakyat menerima ajakan pemim-pin besarnya, karena mereka menganggap munculnya kolonialis baru yang mengancam negeri mereka dan untuk menghadapi bahaya penjajahan yang fatamorgana ini hanya bisa dilakukan dengan cara bekerja sama antara golongan Islam dan golongan Komunis.13) Dengan demikian golongan Komunis menjadi kuat berkat bantuan pemerintah sendiri dan paham Komunis meresap ke seluruh penjuru negeri, bahkan ke dalam tubuh militer Indonesia sendiri. Para perwira yang Komunis memberikan latihan militer kepada ribuan teman-teman Komunisnya untuk menghadapi hari H.14) Kerja sama antara Soekarno dan golongan Komunis tidak lagi menjadi rahasia bagi setiap orang di Indonesia maupun di luar negeri, kecuali mereka yang terbuai oleh kelicikan Soekarno pada masa-masa perjuangan bawah tanah dan terang-terangan di masa lalu. Patut diketahui bahwa jumlah kaum Komunis telah berkembang menjadi 3 Juta lebih di masa Soekarno padahal di zaman penjajahan Belanda hanya beberapa ribu orang saja.15)
* Soekarno melicinkan jalan bagi kolega-kolega Cina Komunis untuk menguasai perekonomian negeri ini sehingga jumlah orang-orang Cina yang menonjol semakin besar.
* Begitu juga penyebaran majalah Yahudi yang dicetak di India dengan beraninya disalurkan melalui Kedutaan India di Jakarta. Soekarno melayani kepentingan Yahudi tidak secara langsung, tetapi melalui partai Komunis yang menjadi kepanjangan tangan dari gerakan Zionisme Yahudi Internasional. Adakah pelayanan yang lebih besar bagi kepentingan Yahudi lebih dari upaya menyerahkan negeri yang besar ini ke tangan golongan Komunis dan menempatkan negeri ini di bawah pengaruh Komunis RRC ataupun Komunis Rusia ?.
Hari H
Soekarno merasa bahwa ajalnya sudah hampir tiba, maka dia tidak ingin mati sebelum dapat memberikan pelayanan terakhir yang berharga kepada kolega Komunisnya. Ia menyadari bahwa sangat sulit menjebol akar Islam bila dia telah mati. Karena itu dia ingin menyelesaikan urusan ini dan menyerahkan kekuasaan negara kepada Partai Komunis, baru kemudian dia bisa dengan tenang menutup mata untuk selamanya. Soekarno tidak perlu berpikir keras mencari solusi, karena kolega-koleganya yang berpengalaman cukup lihai untuk mencari solusi dan dalih sebagai justifikasi (pembenar). Mereka adalah intelijen-intelijen yang pandai menciptakan kebohongan dan membuat fitnah kepada tokoh-tokoh yang baik. Oleh karena itu, Soekarno bersepakat dengan mereka untuk mengadakan revolusi sehingga kelak kekuasaan pemerintah jatuh ke tangan mereka. Mereka lalu mengadakan komplotan dan fitnah dengan menyebarkan tuduhan bahwa ada beberapa jenderal Muslim yang berniat untuk menggulingkan Soekarno. Komplotan yang palsu ini mendorong perwira-perwira Komunis untuk melakukan tindakan dan menghabisi sejumlah Jenderal serta teman dan pendukung mereka. Operasi pemban-taian yang keji ini telah berlangsung dengan cara-cara yang sangat mengerikan pada awal Oktober 1965. Bahkan salah seorang puteri dari Jenderal tersebut mati ditembus oleh peluru kaum Komunis, karena bapaknya yang Jenderal bersembunyi di belakang tembok taman dan lepas dari maut.
Kaum Komunis membantai 6 orang Jenderal dalam satu waktu dan mereka dapat menguasai angkatan udara serta sejumlah besar kelompok militer. Mereka mengumumkan, bahwa mereka telah melakukan pembunuhan tersebut demi menyelamatkan pemimpin besar Soekarno dari usaha kudeta yang telah disiapkan oleh beberapa Jenderal. Allah masih berkehendak untuk menye-lamatkan Negeri ini dengan munculnya perlawanan yang dipimpin oleh Nasution, seorang Jenderal beragama Islam dan Soeharto sebagai koleganya. Komplotan ini dapat dibasmi dan terungkap tipu daya serta kebohongannya. Cara-cara komplotan ini melakukan pembasmian, teror, dan pembunuhan massal yang tidak mengenal belas kasihan atau adab sopan dan adat-istiadat. Pada akhirnya terungkap apa yang sebenarnya terjadi dan membuat Soekarno jatuh dari kekuasaannya karena telah berkomplot dengan Partai Komunis. Kemudian muncullah pemerintahan baru untuk melakukan penertiban dan pemulihan keamanan. Peran Soekarno di Indonesia akhirnya terungkap, dan ia tidak sanggup lagi melindungi Partai Komunis untuk menutup kesalahannya yaitu pengkhianatan dan tipu daya. Soekarno hanya dapat melakukan pembelaan melalui pidato guna menyelamatkan apa yang masih dapat diselamat-kan dari reruntuhan komplotan Komunis dengan dirinya.
Suatu saat dia berpidato : "Bahwa golongan-golongan yang berusaha untuk menghabisi Partai Komunis di Indonesia ibaratnya seperti orang yang berusaha mematahkan besi". Saat yang lain dia berpidato untuk meminta didirikan monumen bagi kaum Komunis yang telah memberikan pengor-banan besar dalam perjuangan kemerdekaan negeri ini .16) Soekarno hari ini telah berada di ambang sakaratul maut politiknya, yang kelak waktulah akan mengungkapkannya sebelum ajalnya datang, apakah dia termasuk dalam barisan pahlawan atau penghianat.17) Soekarno bukan orang bodoh atau dungu jika kita ingin mengatakan, bahwa kebi-jakan-kebijakan yang dilakukannya adalah dilan-dasi oleh niat baik, tetapi telah terjadi kesalahan di sana-sini. Sesungguhnya dia adalah seorang yang amat lihai karena ia mampu memainkan peran rahasia dan melayani kepentingan Yahudi Internasional sepenuh hati, dan rasa tanggung jawab sekalipun dengan mengorbankan masa lalunya dan masa kininya serta menghadapi bahaya dalam hidupnya demi mensukseskan peran yang diletak-kan di atas pundaknya, dan menjalankan sandiwara di atas panggung sejarah Indonesia. Karena sesungguhnya Soekarno adalah seorang keturunan Yahudi suku Dunamah.18) Allah telah melindungi Indonesia dan rakyatnya yang Muslim dan pemberani dan militernya yang ksatria yang telah berhasil menghancurkan kekuatan Komunis terbesar di luar negara-negara Komunis. (Diter-jemahkan dari " Al Af'al Yahudiyah fii Ma'aqilil Islami, Dr, Abdullah Tal, bab V, hal. 128-133, terbitan Al Maktab Al Islamy, Beirut, 26 Agustus 1971). ?
Dikutip dari Swara Islam.
Kumpulan Kisah Abu Nawas
Kumpulan Kisah Abu Nawas yang didapat dari berbagai sumber.
Siapakah Abu Nawas? Tokoh yang dinggap badut namun juga dianggap ulama besar ini— sufi, tokoh super lucu yang tiada bandingnya ini aslinya orang Persia yang dilahirkan pada tahun 750 M di Ahwaz meninggal pada tahun 819 M di Baghdad. Setelah dewasa ia mengembara ke Bashra dan Kufa. Di sana ia belajar bahasa Arab dan bergaul rapat sekali dengan orang-orang badui padang pasir. Karena pergaulannya itu ia mahir bahasa Arab dan adat istiadat dan kegemaran orang Arab", la juga pandai bersyair, berpantun dan menyanyi. la sempat pulang ke negerinya, namun pergi lagi ke Baghdad bersama ayahnya, keduanya menghambakan diri kepada Sultan Harun Al Rasyid Raja Baghdad.
Nama Abu Nawas begitu populernya sehingga cerita-cerita yang mengandung humor banyak yang dinisbatkan berasal dari Abu Nawas.
Tokoh semacam Abu Nawas yang mampu mengatasi berbagai persoalan rumit dengan style humor atau bahkan humor politis temyata juga tidak hanya ada di negeri Baghdad. Kita mengenal Syekh Juha yang hampir sama piawainya dengan Abu Nawas juga Nasaruddin Hoja sang sufi yang lucu namun cerdas. Kita juga mengenal Kabayari di Jawa Barat yang konyol namun temyata juga cerdas.
Abu Nawas! Setelah mati pun masih bisa membuat orang tertawa. Di depan makamnya ada pintu gerbang yang terkunci dengan gembok besar sekali. Namun di kanan kiri pintu gerbang itu pagarnya bolong sehingga orang bisa leluasa masuk untuk berziarah ke makamnya. Apa maksudnya dia berbuat demikian. Mungkin itu adalah simbol watak Abu Nawas yang sepertinya tertutup namun sebenarnya terbuka, ada sesuatu yang misteri pada diri Abu Nawas, ia sepertinya bukan orang biasa, bahkan ada yang meyakini bahwa dari kesederhanaannya ia adalah seorang guru sufi namun ia tetap dekat dengan rakyat jelata bahkan konsis membela mereka yang lemah dan tertindas.
Begitu banyak cerita lain yang diadopsi menjadi Kisah Abu Nawas sehingga kadang-kadang cerita tersebut nggak masuk akal bahkan terlalu menyakitkan orang timur, saya curiga jangan-jangan cerita-cerita Abu Nawas yang sangat aneh itu sengaja diciptakan oleh kaum orientalis untuk menjelek-jelekkan masyarakat Islam. Karena itu membaca cerita Abu Nawas kita harus kritis dan waspada.
Orang-orang Kanibal
Saat itu Abu Nawas baru saja pulang dari istana setelah dipanggil Baginda. la tidak langsung pulang ke rumah melainkan berjalan-jalan lebih dahulu ke perkampungan orang-orang badui. Ini memang sudah menjadi kebiasaan Abu Nawas yang suka mempelajari adat istiadat orang-orang badui.
Pada suatu perkampungan, Abu Nawas sempat melihat sebuah rumah besar yang dari luar terdengar suara hingar bingar seperti suara kerumunan puluhan orang. Abu tertarik, ingin melihat untuk apa orang-orang badui berkumpul di sana, ternyata di rumah besar itu adalah tempat orang badui menjual bubur, haris yaitu bubur khas makanan para petani. Tapi Abu Nawas tidak segera masuk ke rumah besar itu, merasa lelah dan ingin beristirahat maka ia terus berjalan ke arah pinggiran desa.
Abu Nawas beristirahat di bawah sebatang pohon rindang. la merasa hawa di situ amat sejuk dan segar sehingga tidak berapa lama kemudian mengantuk dan tertidur di bawah pohon.
Abu Nawas tak tahu berapa lama ia tertidur, tahu-tahu ia merasa dilempar ke atas lantai tanah. Brak! lapun tergagap bangun.
"Kurang ajar! Siapa yang melemparku?" tanyanya heran sembari menengok kanan kiri.Ternyata ia berada di sebuah ruangan pengap berjeruji besi. Seperti penjara.
"Hai keluarkan aku! Kenapa aku dipenjara di sini.!"
Tidak berapa lama kemudian muncul seorang badui bertubuh besar. Abu Nawas memperhatikan dengan seksama, ia ingat orang inilah yang menjua! bubur haris di rumah besar di tengah desa.
"Jangan teriak-teriak, cepat makan ini !" kata orang sembari menyodorkan piring ke lubang ruangan. Abu Nawas tidak segera makan. "Mengapa aku dipenjara?"
"Kau akan kami sembelih dan akan kami jadikan campuran bubur haris."
"Hah? Jadi yang kau jual di tengah desa itu bubur manusia?"
"Tepat.... itulah makanan favorit kesukaan kami."
"Kami...? Jadi kalian sekampung suka makan daging manusia?"
"lya, termasuk dagingmu, sebab besok pagi kau akan kami sembelih!"
"Sejak kapan kalian makan daging manusia?"
"Oh.., sejak lama .... setidaknya sebulan sekali kami makan daging manusia."
"Dari mana saja kalian dapatkan daging manusia?"
"Kami tidak mencari ke mana-mana, hanya setiap kali ada orang masuk atau lewat di desa kami pasti kami tangkap dan akhirnya kami sembelih untuk dijadikan butjur." Abu Nawas diam sejenak. la berpikir keras bagaimana caranya bisa meloloskan diri dari bahaya maut ini. la merasa heran, kenapa Baginda tidak mengetahui bahwa di wilayah kekuasaannya ada kanibalisme, ada manasia makan manusia.
"Barangkali para menteri hanya melaporkan hal yang baik-baik saja. Mereka tidak mau bekerja keras untuk memeriksa keadaan penduduk." pikir Abu Nawas. "Baginda harus mengetahui hal seperti ini secara langsung, kalau perlu....!"
Setelah memberi makan berupa bubur badui itu meninggalkan Abu Nawas. Abu Nawas tentu saja tak berani makan bubur itu jangan-jangan bubur manusia. la menahan lapar semalaman tak tidur, tubuhnya yang kurus makin nampak kurus.
Esok harinya badui itu datang lagi.
"Bersiaplah sebentar lagi kau akan mati."
Abu Nawas berkata,"Tubuhku ini kurus, kalaupun kau sembelih kau tidak akan memperoleh daging yang banyak. Kalau kau setuju nanti sore akan kubawakan temanku yang bertubuh gemuk. Dagingnya bisa kalian makan selama lima hari."
"Benarkah?"
"Aku tidak pernah bohong!"
Orang badui itu diam sejenak, ia menatap tajam kearah Abu Nawas. Entah kenapa akhirnya orang badui itu rnempercayai dan melepaskan Abu Nawas. Abu Nawas langsung pergi ke istana menghadap Bagirida.
Setelah berbasa-basi maka Baginda bertanya kepada Abu Nawas. "Ada apa Abu Nawas? Kau datang tanpa kupanggil?"
"Ampun Tuanku, hamba barus saja pulang dari suatu desa yang aneh."
"Desa aneh, apa keanehannya?"
"Di desa tersebut ada orang menjual bubur haris yang khas dan sangat lezat. Di samping itu hawa di desa itu benar-benar sejuk dan segar."
"Aku ingin berkunjung ke desa itu. Pengawal! Siapkan pasukan!"
"Ampun Tuanku, jangan membawa-bawa pengawal. Tuanku harus menyamar jadi orang biasa."
"Tapi ini demi keselamatanku sebagai seorang raja"
"Ampun Tuanku, jika bawa-bawa tentara maka orang sedesa akan ketakukan dan Tuanku takkan dapat melihat orang menjual bubur khas itu."
"Baiklah, kapan kita berangkat?"
"Sekarang juga Tuanku, supaya nanti sore kita sudah datang di perkampungan itu."
Demikianlah, Baginda dengan menyamar sebagai sorang biasa mengikuti Abu Nawas ke perakmpungan orang-orang badui kanibal.
Abu Nawas mengajak Baginda masuk ke rumah besar tempat orang-orang makan bubur. Di sana mereka membeli bubur.
Baginda memakan bubur itu dengan lahapnya.
"Betul katamu, bubur ini memang lezat!" kata Baginda setelah makan."Kenapa buburmu tidak kau makan Abu Nawas."
"Hamba masih kenyang," kata Abu Nawas sambil melirik dan berkedip ke arah penjual bubur.
Setelah makan, Baginda diajak ke tempat pohon rindang yang hawanya sejuk.
"Betul juga katamu, di sini hawanya memang sejuk dan segar ..... ahhhhh ........ aku kok mengantuk sekali."kata Baginda.
"Tunggu Tuanku, jangan tidur dulu....hamba pamit mau buang ari kecil di semar belukar sana."
"Baik, pergilah Abu Nawas!"
Baru saja Abu Nawas melangkah pergi, Baginda sudah tertidur, tapi ia segera terbangun lagi ketika mendengar suara bentakan keras.
"Hai orang gendut! Cepat bangun ! Atau kau kami sembelih di tempat ini!" ternyata badui penjual bubur sudah berada di belakang Baginda dan menghunus pedang di arahkan ke leher Baginda.
"Apa-apaan ini!" protes Baginda.
"Jangan banyak cakap! Cepat jalan !"
Baginda mengikuti perintah orang badui itu dan akhirnya dimasukkan ke dalam penjara.
"Mengapa aku di penjara?"
"Besok kau akan kami sembelih, dagingmu kami campur dengan tepung gandum dan jaduilah bubur haris yang terkenal lezat. Hahahahaha !"
"Astaga jadi yang kumakan tadi...?"
"Betul kau telah memakan bubur kami, bubur manusia."
"Hoekkkkk....!" Baginda mau muntah tapi tak bisa.
"Sekarang tidurlah, berdoalah, sebab besok kau akan mati."
"Tunggu...."
"Mau apa lagi?"
"Berapa penghasilanmu sehari dari menjual bubur itu?"
"Lima puluh dirham!"
"Cuma segitu?"
"lya!"
"Aku bisa memberimu lima ratus dirham hanya dengan menjual topi."
"Ah, masak?"
"Sekarang berikan aku bahan kain untuk membuat topi. Besok pagi boleh kail coba menjual topi buatanku itu ke pasar. Hasilya boleh kau miliki semua !"
Badui itu ragu, ia berbalik melangkah pergi. Tak lama kemudian kembali lagi dengan bahan-bahan untuk membuat topi.
Esok paginya Baginda menyerahkan sebuah topi yang bagus kepada si badui. Baginda berpesan,"Juallah topi ini kepada menteri Farhan di istana Bagdad."
Badui itu menuruti saran Baginda.
Menteri Farhan terkejut saat melihat seorang badui datang menemuinya. "Mau apa kau?" tanya Farhan.
"Menjual topi ini..."
Farhan melirik, topi itu memang bagus. la mencoba memeriksanya dan alangkah terkejutnya ketika melihat hiasan berupa huruf-huruf yang maknanya adalah surat dari Baginda yang ditujukan kepada dirinya.
"Berapa harga topi ini?"
"Lima ratus dirham tak boleh kurang!"
"Baik aku beli !"
Badui itu langsunng pulang dengan wajah ceria. Sama sekali ia tak tahu jika Farhan telah mengutus seorang prajurit untuk mengikuti langkahnya. Siangnya prajurit itu datang lagi ke istana dengan melaporkan lokasi perkampungan si penjual bubur.
Farhan cepat bertidak sesuai pesan di surat Baginda. Seribu orang tentara bersenjata lengkap dibawa ke perkampungan. Semua orang badui di kampung itu ditangkapi sementara Baginda berhasil diselamatkan.
"Untung kau bertindak cepat, terlambat sedikit saja aku sudah jadi bubur!" kata Baginda kepada Farhan.
"Semua ini gara-gara Abu Nawas!" kata Farhan.
"Benar! Tapi juga salahmu! Kau tak pernah memeriksa perkampungan ini bahwa penghuninya adalah orang-orang kanibal!"
"Bagaimanapun Abu Nawas harus dihukum!"
"Ya, itu pasti!"
"Hukuman mati!" sahut Farhan.
"Hukuman mati? Ya, kita coba apakah dia bisa meloloskan diri?" sahut Baginda.
(SELESAI)
Manusia Bertelur
Sudah bertahun-tahun Baginda Raja Harun Al Rasyid ingin mengalahkan Abu Nawas. Namun perangkap-perangkap yang selama ini dibuat semua bisa diatasi dengan cara-cara yang cemerlang oleh Abu Nawas. Baginda Raja tidak putus asa. Masih ada puluhan jaring muslihat untuk menjerat Abu Nawas.
Baginda Raja beserta para menteri sering mengunjungi tempat pemandian air hangat yang hanya dikunjungi para pangeran, bangsawan dan orang-orang terkenal. Suatu sore yang cerah ketika Baginda Raja beserta para menterinya berendam di kolam, beliau berkata kepada para menteri, "Aku punya akal untuk menjebak Abu Nawas."
"Apakah itu wahai Paduka yang mulia ?" tanya salah seorang menteri.
"Kalian tak usah tahu dulu. Aku hanya menghendaki kalian datang lebih dini besok sore. Jangan lupa datanglah besok sebelum Abu Nawas datang karena aku akan mengundangnya untuk mandi bersama-sama kita." kata Baginda Raja memberi pengarahan. Baginda Raja memang sengaja tidak menyebutkan tipuanapa yang akan digelar besok.
Abu Nawas diundang untuk mandi bersama Baginda Raja dan para menteri di pemandian air hangat yang terkenal itu. Seperti yang telah direncanakan, Baginda Raja dan para meriteri sudah datang lebih dahulu. Baginda membawa sembilan belas butir telur ayam. Delapan belas butir dibagikan kepada para menterinya. Satu butir untuk dirinya sendiri. Kemudian Baginda memberi pengarahan singkat tentang apa yang telah direncanakan untuk menjebak Abu Nawas.
Ketika Abu Nawas datang, Baginda Raja beserta para menteri sudah berendam di kolam. Abu Nawas melepas pakaian dan langsung ikut berendam. Abu Nawas harap-harap cemas. Kira-kira permainan apa lagi yang akan dihadapi. Mungkin permainan kali ini lebih berat karena Baginda Raja tidak memberi tenggangwaktu untuk berpikir.
Tiba-tiba Baginda Raja membuyarkan lamunan Abu Nawas. Beliau berkata, "Hai Abu Nawas, aku mengundangmu mandi bersama karena ingin mengajak engkau ikut dalam permainan kami"
"Permainan apakah itu Paduka yang mulia ?" tanya Abu Nawas belum mengerti.
"Kita sekali-kali melakukan sesuatu yang secara alami hanya bisa dilakukan oleh binatang. Sebagai manusia kita mesti bisa dengan cara kita masing-masing." kata Baginda sambil tersenyum.
"Hamba belum mengerti Baginda yang mulia." kata Abu Nawas agak ketakutan.
"Masing-masing dari kita harus bisa bertelur seperti ayam dan barang siapa yang tidak bisa bertelur maka ia harus dihukum!" kata Baginda.
Abu Nawas tidak berkata apa-apa. Wajahnya nampak murung. la semakin yakin dirinya tak akan bisa lolos dari lubang jebakan Baginda dengan mudah. Melihat wajah Abu Nawas murung, wajah Baginda Raja semakin berseri-seri.
"Nan sekarang apalagi yang kita tunggu. Kita menyelam lalu naik ke atas sambil menunjukkan telur kita masing-masing." perintah Baginda Raja.
Baginda Raja dan para menteri mulai menyelam, kemudian naik ke atas satu persatu dengan menanting sebutir telur ayam. Abu Nawas masih di dalam kolam. ia tentu saja tidak sempat mempersiapkan telur karena ia memang tidak tahu kalau ia diharuskan bertelur seperti ayam. Kini Abu Nawas tahu kalau Baginda Raja dan para menteri telah mempersiapkan telur masing-masing satu butir. Karena belum ada seorang manusia pun yang bisa bertelur dan tidak akan pernah ada yang bisa.
Karena dadanya mulai terasa sesak. Abu Nawas cepat-cepat muncul ke permukaan kemudian naik ke atas. Baginda Raja langsung mendekati Abu Nawas.
Abu Nawas nampak tenang, bahkan ia berlakau aneh, tiba-tiba saja ia mengeluarkan suara seperti ayam jantan berkokok, keras sekali sehingga Baginda dan para menterinya merasa heran.
"Ampun Tuanku yang mulia. Hamba tidak bisa bertelur seperti Baginda dan para menteri." kata Abu Nawas sambil membungkuk hormat.
"Kalau begitu engkau harus dihukum." kata Baginda bangga.
"Tunggu dulu wahai Tuanku yang mulia." kata Abu Nawas memohon.
"Apalagi hai Abu Nawas." kata Baginda tidak sabar.
"Paduka yang mulia, sebelumnya ijinkan hamba membela diri. Sebenarnya kalau hamba mau bertelur, hamba tentu mampu. Tetapi hamba merasa menjadi ayam jantan maka hamba tidak bertelur. Hanya ayam betina saja yang bisa bertelur. Kuk kuru yuuuuuk...!" kata Abu Nawas dengan membusungkan dada.
Baginda Raja tidak bisa berkata apa-apa. Wajah Baginda dan para menteri yang semula cerah penuh kemenangan kini mendadak berubah menjadi merah padam karena malu. Sebab mereka dianggap ayam betina.
Abu Nawas memang licin, malah kini lebih licin dari pada belut. Karena merasa malu, Baginda Raja Harun Al Rasyid dan para menteri segera berpakaian dan kembali ke istana tanpa mengucapkan sapatah kata pun.
Memang Abu Nawas yang tampaknya blo'on itu sebenarnya diakui oleh para ilmuwan sebagai ahli mantiq atau ilmu logika. Gampang saja baginya untuk membolak-balikkan dan mempermainkan kata-kata guna menjatuhkan mental lawan-lawannya.
(SELESAI)
Debat Kusir Tentang Ayam
Melihat ayam betinanya bertelur, Baginda tersenyum. Beliau memanggil pengawal agar mengumumkan kepada rakyat bahwa kerajaan mengadakan sayembara untuk umum. Sayembara itu berupa pertanyaan yang mudah tetapi memerlukan jawaban yang tepat dan masuk akal. Barangsiapa yang bisa menjawab pertanyaan itu akan mendapat imbalan yang amat menggiurkan. Satu pundi penuh uang emas. Tetapi bila tidak bisa menjawab maka hukuman yang menjadi akibatnya.
Banyak rakyat yang ingin mengikuti sayembara itu terutama orang-orang miskin. Beberapa dari mereka sampai meneteskan air liur. Mengingat beratnya hukuman yang akan dijatuhkan maka tak mengherankan bila pesertanya hanya empat orang. Dan salah satu dari para peserta yang amat sedikit itu adalah Abu Nawas.
Aturan main sayembara itu ada dua. Pertama, jawaban harus masuk akal. Kedua, peserta harus mampu menjawab sanggahan dari Baginda sendiri.
Pada hari yang telah ditetapkan para peserta sudah siap di depan panggung. Baginda duduk di atas panggung. Beliau memanggil peserta pertama. Peserta pertama maju dengan tubuh gemetar. Baginda bertanya, "Manakah yang lebih dahulu, telur atau ayam?"
"Telur." jawab peserta pertama.
"Apa alasannya?" tanya Baginda.
"Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur." kata peserta pertama menjelaskan.
"Kalau begitu siapa yang mengerami telur itu?" sanggah Baginda.
Peserta pertama pucat pasi. Wajahnya mendadak berubah putih seperti kertas. la tidak bisa menjawab. Tanpa ampun ia dimasukkan ke dalam penjara.
Kemudian peserta kedua maju. la berkata, "Paduka yang mulia, sebenarnya telur dan ayam tercipta dalam waktu yang bersamaan."
"Bagaimana bisa bersamaan?" tanya Baginda.
"Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur. Bila teiur lebih dahulu itu juga tidak mungkin karena telur tidak bisa menetas tanpa dierami." kata peserta kedua dengan mantap.
"Bukankah ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan?" sanggah Baginda memojokkan. Peserta kedua bjngung. la pun dijebloskan ke dalam penjara.
Lalu giliran peserta ketiga. la berkata; "Tuanku yang mulia, sebenarnya ayam tercipta lebih dahulu daripada telur."
"Sebutkan alasanmu." kata Baginda.
"Menurut hamba, yang pertama tercipta adalah ayam betina." kata peserta ketiga meyakinkan.
"Lalu bagaimana ayam betina bisa beranak-pinak seperti sekarang. Sedangkan ayam jantan tidak ada." kata Baginda memancing.
"Ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan. Telur dierami sendiri. Lalu menetas dan menurunkan anak ayam jantan. Kemudian menjadi ayam jantan dewasa dan mengawini induknya sendiri." peserta ketiga berusaha menjelaskan.
"Bagaimana bila ayam betina mati sebelum ayam jantan yang sudah dewasa sempat mengawininya?"
Peserta ketiga pun tidak bisa menjawab sanggahan Baginda. la pun dimasukkan ke penjara.
Kini tiba giliran Abu Nawas. la berkata, "Yang pasti adalah telur dulu, baru ayam."
"Coba terangkan secara logis." kata Baginda ingin tahu.
"Ayam bisa mengenal telur, sebaliknya telur tidak mengenal ayam." kata Abu Nawas singkat.
Agak lama Baginda Raja merenung. Kali ini Baginda tidak nyanggah alasan Abu Nawas.
(SELESAI)
40 Tahun Berbuat Dosa
Dalam sebuah riwayat dijelaskan, bahwa pada zaman Nabi Musa as, kaum bani Israil pernah ditimpa musim kemarau panjang, lalu mereka berkumpul menemui Nabi Musa as dan berkata: "Wahai Kalamullah, tolonglah doakan kami kepada Tuhanmu supaya Dia berkenan menurunkan hujan untuk kami!" Kemudian berdirilah Nabi Musa as bersama kaumnya dan mereka bersama-sama berangkat menuju ke tanah lapang. Dalam suatu pendapat dikatakan bahwa jumlah mereka pada waktu itu lebih kurang tujuh puluh ribu orang.
Setelah mereka sampai ke tempat yang dituju, maka Nabi Musa as mulai berdoa. Diantara isi doanya itu ialah: "Tuhanku, siramlah kami dengan air hujan-Mu, taburkanlah kepada kami rahmat-Mu dan kasihanilah kami terutama bagi anak-anak kecil yang masih menyusu, hewan ternak yang memerlukan rumput dan orang-orang tua yang sudah bongkok. Sebagaimana yang kami saksikan pada saat ini, langit sangat cerah dan matahari semakin panas.
Tuhanku, jika seandainya Engkau tidak lagi menganggap kedudukanku sebagai Nabi-Mu, maka aku mengharapkan keberkatan Nabi yang ummi yaitu Muhammad SAW yang akan Engkau utus untuk Nabi akhir zaman.
Kepada Nabi Musa as Allah menurunkan wahyu-Nya yang isinya: "Aku tidak pernah merendahkan kedudukanmu di sisi-Ku, sesungguhnya di sisi-Ku kamu mempunyai kedudukan yang tinggi. Akan tetapi bersama denganmu ini ada orang yang secara terang-terangan melakukan perbuatan maksiat selama empat puluh tahun. Engkau boleh memanggilnya supaya ia keluar dari kumpulan orang-orang yang hadir di tempat ini! Orang itulah sebagai penyebab terhalangnya turun hujan untuk kamu semuanya."
Nabi Musa kembali berkata: "Wahai Tuhanku, aku adalah hamba-Mu yang lemah, suaraku juga lemah, apakah mungkin suaraku ini akan dapat didengarnya, sedangkan jumlah mereka lebih dari tujuh puluh ribu orang?" Allah berfirman: "Wahai Musa, kamulah yang memanggil dan Aku-lah yang akan menyampaikannya kepada mereka!."
Menuruti apa yang diperintahkan oleh Allah, maka Nabi Musa as segera berdiri dan berseru kepada kaumnya: "Wahai seorang hamba yang durhaka yang secara terang-terangan melakukannya bahkan lamanya sebanyak empat puluh tahun, keluarlah kamu dari rombongan kami ini, karena kamulah, hujan tidak diturunkan oleh Allah kepada kami semuanya!"
Mendengar seruan dari Nabi Musa as itu, maka orang yang durhaka itu berdiri sambil melihat kekanan kekiri. Akan tetapi, dia tidak melihat seorangpun yang keluar dari rombongan itu. Dengan demikian tahulah dia bahwa yang dimaksudkan oleh Nabi Musa as itu adalah dirinya sendiri. Di dalam hatinya berkata: "Jika aku keluar dari rombongan ini, niscaya akan terbukalah segala kejahatan yang telah aku lakukan selama ini terhadap kaum bani Israil, akan tetapi bila aku tetap bertahan untuk tetap duduk bersama mereka, pasti hujan tidak akan diturunkan oleh Allah SWT."
Setelah berkata demikian dalam hatinya, lelaki itu lalu menyembunyikan kepalanya di sebalik bajunya dan menyesali segala perbuatan yang telah dilakukannya sambil berdoa: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah durhaka kepada-Mu selama lebih empat puluh tahun, walaupun demikian Engkau masih memberikan kesempatan kepadaku dan sekarang aku datang kepada-Mu dengan ketaatan maka terimalah taubatku ini." Beberapa saat selepas itu, kelihatanlah awan yang bergumpalan di langit, seiring dengan itu hujanpun turun dengan lebatnya bagaikan ditumpahkan dari atas langit.
Melihat keadaan demikian maka Nabi Musa as berkata: "Tuhanku, mengapa Engkau memberikan hujan kepada kami, bukankah di antara kami tidak ada seorangpun yang keluar serta mengakui akan dosa yang dilakukannya?"
Allah berfirman: "Wahai Musa, aku menurunkan hujan ini juga di sebabkan oleh orang yang dahulunya sebagai sebab Aku tidak menurunkan hujan kepada kamu."
Nabi Musa berkata: "Tuhanku, lihatkanlah kepadaku siapa sebenarnya hamba-Mu yang taat itu?"
Allah berfirman: "Wahai Musa, dulu ketika dia durhaka kepada-Ku, Aku tidak pernah membuka aibnya. Apakah sekarang. Aku akan membuka aibnya itu ketika dia telah taat kepada-Ku? Wahai Musa, sesungguhnya Aku sangat benci kepada orang yang suka mengadu. Apakah sekarang Aku harus menjadi pengadu?"
(Dikutip dari buku: "1001 Keinsafan "Kisah-kisah Insan Bertaubat. Oleh: Kasmuri Selamat M A)
(SELESAI)
Selasa, 25 Agustus 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar